KPBB Usul Ganjil-Genap Sekalian Dihapus dan Diganti 2 Aturan Ini
blesscar.co.id –
JAKARTA – Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) merasa ganjil – genap adalah cara pembatasan kendaraan yang kurang relevan dan kurang manusiawi. Mereka mengusulkan agar setelah pandemi virus Corona (Covid-19), aturan ini sekalian dihapus dan diganti saja dengan Electronic Road Pricing (ERP) dan peningkatan tarif parkir.
Seperti diketahui, ganjil – genap merupakan strategi pembatasan jumlah kendaraan, khususnya mobil, di ruas-ruas jalan tertentu yang mengacu pada tanggal serta pelat nomor kendaraan. Mobil berpelat nomor ganjil hanya bisa melintas di tanggal ganjil, begitu juga sebaliknya.
Ganjil – genap di DKI Jakarta kini sedang ditiadakan sementara hingga 22 Mei atau sampai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir. Ini agar warga leluasa menggunakan mobil pribadi saat bepergian dan mengurangi risiko tertular virus Corona di transportasi umum.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPPB, menilai ganjil – genap adalah metode pembatasan jumlah kendaraan primitif yang tidak lagi sesuai dengan zaman. Alasan pertama, KPBB menganggap pelarangan penggunaan kendaraan di jalan umum tertentu tidak sesuai dengan demokrasi.
“Ganjil – genap, kan, sebuah bentuk larangan. Di sebuah negara demokrasi, enggak pas kalau pembeli mobil yang bayar pajak tapi melewati jalan raya enggak boleh. itu kontra (dengan demokrasi),” tukasnya dalam Diskusi Virtual Forum Wartawan Otomotif (Forwot) beberapa waktu lalu.
Alasan kedua adalah aturan ini tidak manusiawi serta tidak efektif. Jumlah mobil sudah jutaan unit, sedangkan, penegak aturan adalah petugas kepolisian yang jumlahnya amat tak sebanding.
“Kasihan polisi-polisi. Harus amati jutaan mobil di jalan. Jutaan mobil diawasi secara manual dengan mata,” tukas Safrudin.
ERP dan Tarif Parkir
KPBB mengatakan pembatasan kendaraan seharusnya dilakukan bukan dengan pelarangan, tapi peningkatan biaya pemakaian dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dua cara yang mereka ajukan ialah ERP serta peningkatan tarif parkir di wilayah tertentu, khususnya area pusat bisnis.
ERP membuat kendaraan yang melintas di area-area tertentu yang padat wajib membayar biaya tambahan. Tarif parkir yang mahal dipercaya KPPB akan membuat orang berpikir dua kali menggunakan kendaraan sendiri.
“Orang tidak dilarang gunakan kendaraan. Terserah, mau dipacu di mana saja. Tapi konsekuensinya harus bayar emisi yang mereka keluarkan,” tegas Safrudin.
Bersamaan dengan itu, ia juga menekankan pentingnya pembuatan jaringan transportasi umum terpadu yang memadai. Daya jangkau Commuter Line, TransJakarta, serta Light Rapid Transportation mesti cepat disatukan dan diperluas jangkauannya.
Tak lupa, dia mengingatkan pentingnya mempercepat perpindahan dari kendaraan bermesin konvensional ke mobil serta sepeda motor listrik. Dengan demikian, emisi gas buang kendaraan bisa terus direduksi. [Xan/Ari]